Inovasi Insektisida Hayati Dengan Pemanfaatan Fungi Beauveria Bassiana Sebagai Pengganti Insektisida Kimia Di Desa Terbanggi Subing Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah
INOVASI INSEKTISIDA HAYATI DENGAN PEMANFAATAN FUNGI BEAUVERIA BASSIANA SEBAGAI PENGGANTI INSEKTISIDA KIMIA DI DESA TERBANGGI SUBING KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Latar
Belakang
Saat ini Kementerian Pertanian
terus berupaya meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat Indonesia dimasa pandemi. Upaya peningkatan hasil produksi tersebut
tidak selamanya berjalan dengan lancar karena berbagai kendala sering kali
terjadi diantaranya adanya gangguan dari hama dan penyakit. Salah satu hama
yang dapat menimbulkan kerusakan bahkan kerugian pada tanaman dapat berasal
dari kelas insekta (serangga) dan aves (Soleha et al. 2016). Kerusakan
oleh hama yang lebih dari Ambang Batas Ekonomi perlu dikendalikan agar produksi
pertanian dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Masyarakat di Desa Terbanggi
Subing, Kecamatan Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah sebagian besar menanam
komoditas Jagung, Singkong, Padi, Nanas, Kedelai dan Cabai. Namun, saat memasuki musim tanam petani harus berhadapan dengan
serangan hama seperti wereng batang coklat, walang sangit, Aphis sp.
Nezara viridula, Riptortus linearis, Hypothemus hampei, Helopeltis sp,
Empoasca sp, berbagai jenis ulat, Pseudococcus lilacinus, Thrips, C.
formycarius dan lalat buah. Masyarakat di desa tersebut biasa
menggunakan insektisida kimia untuk mengendalikan hama tersebut. Penggunaan
pestisida kimia yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus dapat
menurunkan kesuburan tanah, menyebabkan resistensi hama serta dapat
meninggalkan residu bagi tanaman yang dapat berbahaya bagi manusia. (Purnama H et
al, 2015).
Dampak buruk penggunaan
pestisida kimia menjadi faktor pendorong dalam mencari alternatif pengendalian
serangga hama yang aman dan ramah lingkungan. Menurut Sukamto S &
Yuliantoro (2006) salah satu pengendalian hama yang dapat diterapkan tanpa
harus merusak lingkungan yakni pengendalian hayati. Pengendalian hayati merupakan
bagian dari pengendalian alamiah karena melibatkan faktor pengendali yang sudah
ada di alam. Faktor pengendali tersebut merupakan musuh alami dari organisme
yang dikendalikan yang mencakup predator, parasitoid, dan patogen (Herlinda
& Irsan, 2015). Salah satu jenis patogen serangga (entomopatogen) yang
memiliki potensi dan telah banyak diteliti adalah jamur Beauveria bassiana (Sri-sukamto
& Yuliantoro, 2006).
B. bassiana merupakan parasit agresif untuk
berbagai jenis serangga dan menyerang baik dalam tahapan larva maupun usia serangga
dewasa. Spora B. bassiana sangat kecil, hanya beberapa micron. Hifa dan
spora tidak berpigmen sehingga koloni tampak berwarna putih. Secara alami, B.
bassiana terdapat di dalam tanah sebagai jamur saprofit. Kondisi tanah seperti
kandungan bahan organik, suhu, kelembaban, dan pola makan serangga dapat
mempengaruhi pertumbuhan jamur di dalam tanah.
Di Indonesia, hasil-hasil
penelitian B. bassiana sudah banyak dipublikasikan, terutama dari
tanaman pangan untuk mengendalikan Kepik Hijau Nezara viridula L. (Hasnah
et al. 2012), penggerek buah kapas (Helicoverpa armigera) (Indriyani, et
al. 2013), hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens), walang sangit
(Leptocorisa oratorius), pengisap polong (Nezara viridula) dan (Riptortus
linearis) (Koswanudin D, et al. 2014), kumbang ubi jalar (Cylas
formicarius Fabricus) (Lapinangga NJ, et al. 2014) serta kutu daun kedelai
(Aphis Glycines Matsumura) (Pertiwi SP, et al. 2016).
Sistem kerjanya yaitu spora
jamur B. bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran
pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang
menempel pada tubuh
serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah,
kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara
mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini
selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan
tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia
jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang
jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan
tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih.
Insektisida Hayati
Insektisida
hayati merupakan salah satu cara dalam mengendalikan hama terpadu (PHT). Pengendalian hama terpadu menggunakan
prinsip yang ramah lingkungan dengan melakukan analisis secara khusus organisme
penyerang tanaman (OPT) serta dengan melakukan pencegahan terhadap hama yang
menyerang tanaman tersebut. Tujuan umum dalam penerapan PHT yaitu untuk menekan
penggunaan pestisida kimia atau sintetis, mencegah resurjensi serta kekebalan
OPT.
Pestisida hayati merupakan
suatu pestisida yang terbuat dan diambil dari bahan alam. Pestisida tersebut
banyak dicari sebagai pengganti dari pestisida sintetis atau kimia yang dapat
menimbulkan efek samping toksik baik pada lingkungan, dan makhluk hidup serta
dapat menyebabkan resistensi terhadap hama. Pestisida nabati termasuk dalam
pestisida yang ramah lingkungan dikarenakan memberikan dampak pada tanaman
dalam jangka waktu tertentu serta mudah untuk terdegradasi, residu cepat
hilang, tidak mencemari lingkungan dan aman terhadap makhluk hidup. Contoh dari insektisida hayati adalah Beauveria bassiana.
Pestisida hayati memiliki
kelebihan sebagai berikut:
1)
Cepat
terurai akibat sinar matahari, udara, kelembapan, atau komponen alam lainnya.
Sifat ini menyebabkan risiko pencemaran tanah dan air berkurang. Risiko residu
pada hasil panen juga rendah.
2)
Toksisitas
pada mamalia umumnya rendah sehingga aman bagi manusia dan hewan ternak.
3)
Selektivitas
tinggi karena pestisida hayati memiliki spektrum pengendalian yang luas.
4)
Phitotoksisitas
rendah sehingga potensi pestisida nabati merusak tanaman rendah
Beauveria Bassiana
Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yaitu
cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga. Beauveria bassiana berasal
dari kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas Sordariomycetes, orde Hypocreales,
famili Clavicipitaceae, dan genus Beauvaria.
Merupakan jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus
(hifa). Hifa-hifa tersebut selanjutnya membentuk koloni yang disebut miselia.
Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia
bersifat parasit terhadap serangga inangnya. Cara cendawan Beauvaria
bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak inang, masuk ke
dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang, kemudian
kontak dan menginfeksi inang baru.
Sistem kerjanya yaitu spora
jamur Beauveria bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit,
saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang
menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk
tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan
dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau
toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat
kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati.
Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur Beauveria bassiana akan
mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa
berwarna putih.
Dalam infeksinya, Beauveria
bassiana akan terlihat keluar dari tubuh serangga terinfeksi, mula-mula
dari bagian alat tambahan (apendages) seperti antara segmen-segmen antena,
antara segmen kepala dengan toraks, antara segmen toraks dengan abdomen dan
antara segmen abdomen dengan ekor. Setelah beberapa hari kemudian seluruh
permukaan tubuh serangga yang terinfeksi akan ditutupi oleh massa jamur yang
berwarna putih. Penetrasi jamur entomopatogen sering terjadi pada membran
antara kapsul kepala dengan toraks atau di antara segmen-segmen apendages
demikian pula miselium jamur keluar pertama kali pada bagian-bagian tersebut.
Serangga yang telah terinfeksi Beauveria bassiana selanjutnya akan mengontaminasi
lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora menembus kutikula keluar tubuh
inang, maupun melalui fesesnya yang terkontaminasi. Serangga sehat kemudian
akan terinfeksi. Jalur ini dinamakan transmisi horizontal patogen / inter
generasi.
Beberapa keunggulan jamur
patogen serangga Beauveria bassiana sebagai pestisida hayati /
biopestisida adalah sebagai berikut :
2) Tidak meninggalkan residu beracun pada
hasil pertanian, dalam tanah maupun pada aliran air alami.
3) Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan)
pada tanaman
4) Mudah diproduksi dengan teknik
sederhana.
Beauveria bassiana ini sesungguhnya secara alami terdapat
di dalam tanah sebagai jamur saprofit. Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat
dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti kandungan bahan organik, suhu,
kelembaban, kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dll. Secara
umum, suhu di atas 30 °C, kelembaban tanah yang berkurang dan adanya antifungal
atau pestisida dapat menghambat pertumbuhannya jamur tersebut.
Lebih dari 175 jenis
serangga hama yang menjadi inang jamur Beauveria bassiana ini.
Berdasarkan hasil beberapa kajian yang telah dilakukan, jamur ini efektif mengendalikan hama walang
sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata
lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphids sp.) pada tanaman
sayuran.
Pemanfaatan jamur Beauveria
bassiana sebagai biopestisida, tentu tidak mencemari dan merusak lingkungan
seperti yang terjadi jika kita menggunakan pestisida kimia, walaupun
keberhasilan dari insektisida biologis dari jamur ini memberikan dampak
positif yang sangat besar terhadap
pengendalian serangga hama tanaman dan keselamatan lingkungan, namun dalam
penerapannya di masyarakat masih minim, sehingga memerlukan upaya sosialisasi
yang lebih intensif.
Cara Pembuatan
Bahan
dan Alat
Bahan yang digunakan dalam
rancangan ini adalah ulat hongkong atau larva T. Molitor dan tanah di
sekitar pohon pisang untuk pembuatan isolat, beras giling, alkohol 75% untuk
sterilisasi alat dan air bersih.
Gambar Larva T. Molitor (8Villages.com)
Alat yang digunakan adalah
cangkul, toples ukuran 1 kg, ayakan, kain hitam, ember, baskom peniris, lilin,
staples, sendok stainless, panci dandang.
Pembuatan Isolat
Pembuatan isolat dapat menggunakan larva
T. Molitor untuk mendapatkan fungi Beauveria bassiana yang berada di tanah maupun dari serangga yang
telah mati yang ditumbuhi cendawan putih. Bangkai serangga (cadaver) yang
terkolonisasi cendawan dapat dikumpulkan dari berbagai lahan pertanaman di
lapangan. Cendawan entomopatogen yang infektif juga dapat diperoleh dari dalam
tanah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar cendawan merupakan mikroba yang
hidup di dalam tanah. Isolasi dari tanah dilakukan dengan cara mengambil contoh
tanah dari sekitar lahan tanaman pangan, perkebunan maupun hortikultura yang
banyak mengandung bahan organik terutama yang memiliki pH (3–4) dengan
kedalaman ±10 cm (Lapinagga NJ, et al. 2014) kondisi tanah yang sesuai
dengan kondisi tersebut adalah tanah di sekitar pohon pisang.
Tanah
di sekitar pohon pisang dibersihkan dari permukaannya sekitar 0-5 cm dan
lapisan tanah yang dalamnya 5-20 cm diambil sebanyak 500gr, karena pada horizon
ini banyak terkandung inokulum B. bassiana. Tanah yang sudah diambil
kemudian diayak untuk menyortir sampah dan kerikil. Hasil ayakan tanah
dimasukkan ke dalam toples dan tidak boleh dipadatkan agar larva T. Molitor dapat bergerak bebas. Tanah harus dalam
kondisi lembap. Kemudian larva T. Molitor dimasukkan ke dalam toples dan
dilakukan penutupan toples dengan kain hitam dan diletakkan di ruangan tertutup
dan terjaga kelembapannya. Pada hari ke 3-4 larva T. Molitor dikeluarkan
dari tanah, dan pada hari ke 6-7 akan terlihat jamur B. bassiana yang ditandai dengan permukaan putih pada
permukaan larva. Larva yang ditumbuhi fungi B. bassiana akan digunakan
sebagai isolat.
Perbanyakan
isolat dan pembuatan insektisida hayati
Setelah isolat didapatkan
tahap selanjutnya adalah melakukan perbanyakan isolat dengan menggunakan media
beras. Media beras digunakan karena media tersebut mudah ditemukan dan daya
viabilitas spora cukup tinggi yang mencapai 92,55% (Yuliana K. 2015). Semua
proses dilakukan dengan steril dengan memakai sarung tangan, memakai masker dan
melakukan sterilisasi semua alat yang akan digunakan dengan menggunakan sabun
dan air mengalir.
Proses perbanyakan dilakukan
dengan mencuci beras giling dan dilakukan proses perendaman selama 24 jam
kemudian penirisan dengan menggunakan baskom peniris. Beras giling kemudian
dimasukkan ke dalam plastik ukuran 100 g dan ujung plastik dilipat. Beras
kemudian dikukus selama 1,5-2 jam dan dilakukan pendinginan dengan hasil
kukusan tetap berada di panci hingga benar-benar dingin. Setelah dingin isolat
dimasukkan ke dalam beras giling dengan menggunakan sendok yang telah
disterilisasi dengan alkohol dan
dibakar. Ujung plastik kemudian dilipat dan direkatkan menggunakan steples.
Media diletakkan pada suhu kamar selama 7-14 hari sampai tumbuh miselium
berwarna putih secara penuh pada permukaan media. Biopestisida dari fungi Beauveria
bassiana siap diaplikasikan.
Aplikasi
insektisida hayati Beauveria bassiana
Aplikasi Insektisida dilakukan pada sore hari untuk menghindari cuaca panas yang dapat menyebabkan fungi Beauveria bassiana mati. Menurut Purwaningsih T, et al (2018) aplikasi Beauveria bassiana dosis 100 g/14 l dengan interval 14 hari sekali efektif menekan atau mengendalikan populasi hama wereng batang coklat dan hama walang sangit. Efektivitas Beauveria bassiana semakin besar dengan meningkatnya dosis dan semakin pendeknya interval aplikasi. Oleh sebab itu jika serangan hama parah lebih baik dilakukan peningkatan dosis insektisida hayati daripada meningkatkan interval penyemprotan.
Proses pelarutan insektisida hayati dilakukan dengan menimbang media yang ditumbuhi fungi Beauveria bassiana sebayak 100gr yang dicampur dengan 1 liter air. Media diremas pada air tersebut kemudian dilakukan proses penyaringan dengan kain bersih. Air hasil remasan dicampur dengan 14 liter air dan diaduk.
DAFTAR PUSTAKA
Everett
M. Rogers. 1983. Diffusion of Innovations Third Edition. A Division of
Macmillan Publishing Co., Inc.: New York
Hasnah,
Susanna, Sably H. 2012. Keefektifan Cendawan Beauveria bassiana Vuill
Terhadap Mortalitas Kepik Hijau Nezara viridula L. pada Stadia Nimfa dan
Imago. J. Floratek. 7: 13 – 24
Herlinda,
S., Hartono, & Irsan, C. (2008). Efikasi Bioinsektisida Formulasi Cair
Berbahan Aktif Beauveria bassiana ( Bals .) Vuill . dan Metarhizium sp. EFIKASI:
1–15.
Indrayani
I, Soetopo D, Hartono J. 2013. Efektivitas Formula Jamur Beauveria bassiana dalam
Pengendalian Penggerek Buah Kapas (Helicoverpa
armigera). Jurnal Littri. 19(4): 178 – 185
Koswanudin
D, Wahyono TE. 2014. Keefektifan Bioinsektisida Beauveria bassiana Terhadap
Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens),
Walang Sangit (Leptocorisa Oratorius), Pengisap Polong (Nezara viridula)
dan (Riptortus linearis). Prosiding Seminar Nasional Pertanian
Organik
Lapinangga
NJ, Lopez YFL. 2014. Efektivitas Cendawan Entomopatogen Isolat Lokal Terhadap
Hama Kumbang Ubi Jalar Cylas formicarius Fabricus.
PARTNER. 21(2): 317 – 327
Pertiwi
SP, Hasibuan R, Wibowo L. 2016. Pengaruh Jenis Formulasi Jamur Entomopatogen Beauveria
bassiana Terhadap Pertumbuhan Spora Dan Kematian Kutu
daun Kedelai (Aphis Glycines Matsumura). J. Agrotek Tropika. 4(1):
55-61
Purnama
H, Hidayanti N, Setyowati E. 2015.
Pengembangan Produksi Pestisida Alami dari Beauveria bassiana dan Trichoderma
sp. Menuju Pertanian Organik. WARTA. 8(1): 01-9
Purwaningsih
T, Kristanto BA, Karno. 2018. Efektifitas aplikasi Beauveria bassiana sebagai
upaya pengendalian wereng batang coklat dan walang sangit pada tanaman padi di
Desa Campursari Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung. J. Agro Complex.
2(1): 12-18. 10.14710/joac.2.1.12-18
Soleha,
Herlinda S, Suparman. 2016. Efikasi Bioinsektisida Beauveria bassiana (Bals.)
Vuill terhadap Gryllus bimaculatus De Geer (Orthoptera: Gryllidae) pada
Padi Ratun di Lebak. Jurnal Lahan Suboptimal. 5(2): 189-197
Sri-sukamto,
& Yuliantoro, K. (2006). Beauveria bassiana (Bals.) Vuill . Dalam Beberapa Pembawa
Effect of Storage Temperature on Beauveria bassiana ( Bals .) Vuill .
Viability on Several Carriers, 22(1), 40–56.
Tantawizal,
Inayati A, Prayogo Y. 2015. Potensi Cendawan Entomopatogen Beauveria
bassiana (Balsamo) Vuillemin Untuk Mengendalikan Hama Boleng Cylas
formicarius F. Pada Tanaman Ubi Jalar. Buletin Palawija. (29): 46–53
Yuliana
Kansrini. 2015. Uji
Berbagai Jenis Media Perbanyakan Terhadap Perkembangan Jamur Beauveria
bassiana Di Laboratorium. Agrica Ekstensia. 9(1): 34-39
mantap luar biasa
BalasHapusNtappppss
BalasHapusGood Job
BalasHapus